Kamis, 10 Mei 2012

PROSES PEMBENTUKAN INTERAKSI SOSIAL


PROSES INTERAKSI SOSIAL
I.                     Definisi Proses Interaksi Sosial
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.
II.                    Faktor/Penyebab Proses Interaksi Sosial
Di dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yaitu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut.  Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut :
a. Situasi sosial (The nature of the social situation), memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila berinteraksi dengan individu lain yang sedang dalam keadaan berduka, pola interaksi yang digunakan jelas harus berbeda dengan pola interaksi yang dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini tampak pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang sedang dihadapi.
b. Kekuasaan norma-norma kelompok (The norms prevailing in any given social group), sangat berpengaruh terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu. Misalkan, individu yang  menaati norma-norma yang ada di dalam setiap berinteraksi individu tersebut tidak akan pernah membuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu tidak menaati norma-norma yang berlaku, individu tersebut pasti akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan kekuasaan norma-norma itu berlaku untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya.
c. Their own personality trends Adanya tujuan kepribadian yang dimiliki masingmasing individu sehingga berpengaruh terhadap perilakunya. Misalkan, di dalam setiap interaksi individu pasti memiliki tujuan, hal ini dapat dilihat seorang anak berinteraksi dengan guru memiliki tujuan untuk menuntut ilmu di dunia sekolah, seorang pedagang sayur dengan ibu-ibu rumah tangga, memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sebagainya.
d. A person’s transitory tendencies (Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara). Pada dasarnya status atau kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu adalah bersifat sementara, misalnya seorang warga biasa yang berinteraksi dengan ketua RT, maka dalam hubungan itu terlihat adanya jarak antara seorang yang tidak memiliki 37kedudukan yang menghormati orang yang memiliki kedudukan dalam kelompok sosialnya.
e. Adanya penafsiran situasi (The process of perceiving and interpreting a situation), di mana setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut. Misalnya, apabila ada teman atau rekan yang terlihat murung dan suntuk, individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang dihadapinya, dan tidak seharusnya individu lain itu terlihat bahagia dan ceria dihadapannya, bagaimanapun individu harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dihadapi, dan berusaha untuk membantu menafsirkan situasi yang tidak diharapkan menjadi situasi yang diharapkan (Santoso, 2004 : 12).
Sulit untuk membayangkan kehidupan manusia tanpa hubungan sosial. Manusia yang sengaja dibuang ke hutan dan diselamatkan oleh monyet saja masih akan berinteraksi secara sosial dengan komunitas makhluk tersebut. Interaksi sosial berlangsung dalam seluruh kehidupan dan sepanjang kehidupan manusia. Bahkan setelah orang meninggal, interaksi sosial masih terus berlangsung. Jenasah harus diurus orang lain, kebaikannya tetap dikenang, disembayangi dan didoakan.
Saat berada sendiri, sebenarnya proses interaksi sosial juga dapat terjadi. Hanya saja, interaksi tersebut melalui perantaraan media. Waktu kamu membaca komik, menonton TV, atau belajar sendiri di rumah, kamu menggunakan media komunikasi yang dibuat oleh orang lain agar dapat berinteraksi secara tidak langsung dengan dirimu.
Proses terjadinya interaksi sosial dengan demikian dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni interaksi sosial primer dan interaksi sosial sekunder. Saat membahas soal-soal yang sulit dengan teman di kelas, ketika bertanya pada sales counter di supermarket, dan saat membeli karcis di loket, kamu melakukan proses interaksi primer. Sebaliknya, jika kamu mengirim SMS kepada pacarmu, membaca artikel di koran, atau mengirim e-mail kepada sahabatmu, kamu melakukan proses interaksi sekunder. Jadi interaksi primer terjadi secara langsung (tatap-muka), sedangkan interaksi sekunder terjadi melalui perantaraan media.
W.I. Thomas berpendapat, interaksi sosial baru akan terjadi apabila terjadi reaksi individu terhadap rangsangan dari luar yang diberikan oleh rekan interaksi. Seseorang bisa saja melakukan tindakan, atau menggunakan media untuk menjadi perantara tindakannya, tetapi selama tindakan tersebut tidak memberikan makna berarti bagi individu lain yang menjadi sasaran tindakannya, maka interaksi sosial tidak akan terjadi. Jadi pemaknaan terhadap tindakan seseorang orang sasarannya merupakan kunci utama bagi berlangsungnya interaksi sosial.
Interaksi sosial bukan suatu realitas sosial budaya yang sederhana. Interaksi sosial merupakan satu paket realitas sosial dengan karakteristik khusus, yakni: jumlah pelakunya dua orang atau lebih, terjadi komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol atau lambang, proses terjadi dalam suatu dimensi waktu tertentu, dan ada tujuan yang hendak dicapai. Meskipun demikian, interaksi sosial tidak selalu mencapai tujuan seperti yang dikehendaki. Jika pemaknaan interaksi berbeda, maka interaksi sosial dapat mengarah pada kondisi disosiatif daripada asosiatif. Interaksi sosial yang sangat kompleks juga didasari pada faktor-faktor tertentu. Beberapa faktor yang mendasri proses interaksi sosial adalah: imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.
Interaksi sosial yang disosiatif terjadi apabila pihak yang terlibat dalam interaksi sama-sama memiliki kesepakatan dan pemahaman yang sama tentang tindakan yang dilakukan. Interaksi demikian akan menghasilkan kerjasama, kerukunan, koalisi, dan juga kesatuan (integrasi). Sementara jika, tindakan salah satu pihak dimaknai lain atau berbeda – dan dianggap merugikan, kemudian timbul reaksi dalam bentuk pertentangan, perselisihan, perpecahan, dan konflik (disintegrasi), maka interaksi sosial dikatakan mengalami disosiasi.
Sebagai remaja, kamu tentu sangat akrab dengan seorang idola. Kadang-kadang, secara tidak disadari, kamu mungkin meniru potongan gaya rambut artis idola atau pemain sepak bola yang menjadi idolamu. Tidak jarang kamu juga kadang-kadang melucu dengan menirukan gaya gurumu yang mungkin kamu anggap menyebalkan. Tindakan-tindakan tersebut disebut IMITASI. Proses yang terjadi di dalamnya adalah, pelaku meniru atau mencontoh tokoh atau orang lain dalam hubungannya dengan TINGKAH LAKU, SOPAN SANTUN, KEDISIPLINAN, dan IPTEK.
Peniruan tidak hanya terjadi melalui imitasi, tetapi juga dapat terjadi melalui IDENTIFIKASI. Pada identifikasi, peniruan dilakukan sampai pada taraf identik atau sama dengan tokoh yang menjadi idolanya. Unsur-unsur pribadi dari tokoh yang ditiru meresap sebagian atau seluruhnya ke dalam diri orang yang menirunya, bahkan tanpa peniru itu sadar akan proses tersebut. Salah satu tayangan di TV yang mempertontonkan para artis memerankan tokoh-tokoh politik merupakan salah satu bentuk identifikasi. Seorang guru muda yang mengajar seperti guru yang diidolakannya juga termasuk contoh terjadinya faktor identifikasi dalam interaksi sosial.
Ketika akan menghadapi ujian, kamu akan belajar dengan giat mengikuti arahan guru. Umat Katolik menghargai dan menjunjung tinggi semua arahan dan bimbingan Paus. Kadang-kadang, kita juga dengan mudah sekali terpengaruh untuk membeli sebuah produk yang ditawarkan dengan sangat menarik oleh seorang pramuniaga. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi SUGESTI, yakni pandangan yang sifatnya mempengaruhi, dianggap berwibawa, lebih pintar, dan adanya otoritasi.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah SIMPATI. Bukan kartu prabayar pulsa handphone, tetapi perasaan tertarik yang timbul pada diri seseorang yang membuatnya seolah-olah merasa berada dalam keadaan orang lain. Wujud nyatanya bisa berupa tangisan, tawa, dan ekspresi tindakan tertentu. Ketika tim sepak bola kebanggaan menang, kadang kamu ikut loncat-loncat kegirangan. Saat ada acara berkabung, kadang kamu juga ikut menangis. Kedua hal tersebut merupakan contoh SIMPATI. Bahkan, jika simpati itu terlalu mendalam, yakni perasaan sampai larut dan merasuk maka akan terjadi EMPATI, misalnya karena memikirkan teman yang sakit akhirnya jatuh sakit juga. Melihat bencana tsunami, segera berangkat ke lokasi kejadian untuk membantu.
III.                  Macam - Macam Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p. 23) :
1.         Interaksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2.        Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.
3.        Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
IV.                 Ciri - Ciri dan Syarat Interaksi Sosial
ciri - ciri interaksi sosial
Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :
a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial
c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu
V.                  Syarat - Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu (p. 26) :
a. Kontak sosial
Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.
b. Komunikasi
Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak.
Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :
a.        Adanya orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
b.        ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
c.        Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umum.
Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf, radio, dst.
Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
Kontak Sosial
Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik, sebab orang bisa melakukan kontak sosial dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat berikut.
1. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan atau konflik.
2. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila para peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Misalnya, kontak antara guru dan murid di dalam kelas, penjual dan pembeli di pasar tradisional, atau pertemuan ayah dan anak di meja makan. Sementara itu, kontak sekunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui suatu perantara. Misalnya, percakapan melalui telepon. Kontak sekunder dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Kontak sekunder langsung misalnya terjadi saat ketua RW mengundang ketua RT datang ke rumahnya melalui telepon. Sementara jika Ketua RW menyuruh sekretarisnya menyampaikan pesan kepada ketua RT agar datang ke rumahnya, yang terjadi adalah kontak sekunder tidak langsung.
Komunikasi
Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu sebagai berikut.
1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran kepada pihak lain.
2. Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, atau perasaan.
3. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, dan perasaan.
4. Media, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, dan film.
5. Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator.
Ada tiga tahap penting dalam proses komunikasi. Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.
Encoding
Pada tahap ini, gagasan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. Dalam tahap ini, komunikator harus memilih kata, istilah, kalimat, dan gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus menghindari penggunaan kode-kode yang membingungkan komunikan.
Penyampaian
Pada tahap ini, istilah atau gagasan yang sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaikan. Penyampaian dapat berupa lisan, tulisan, dan gabungan dari keduanya.
Decoding
Pada tahap ini dilakukan proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang diterima menurut pengalaman yang dimiliki. Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.
Kehidupan yang Terasing
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehiduapan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnua. Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh pergaulannya dengan orang lain.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat satu indrany. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali.
Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat pula terjadi.
VI.                 Bentuk-bentu Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu :
1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :
a. Kerja sama
Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
b. Akomodasi
Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.
c. Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.
d. Akulturasi
Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.
2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :
a. Persaingan
Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.
b. Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c. Konflik
Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.
VII.               Dampak Proses Interaksi Sosial
Hubungan sosial selalu ada dalam masyarakat dan merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Hubungan sosial akan memberi warna kedinamisan pada kehidupan masyarakat.  Hubungan sosial aada yang bersifat ppositif dan ada pula yang bersifat negatif. Kedua sifat yang berlainan ini akan Menimbulkan dampak interaksi yang berlainan pula. Hubungan sosial yang positif akan membawa masyarakat dalam kedamaian dan ketenangan dan selanjutnya akab tercipta integrasi (persatuan) pada masyarakat tersebut. Sebaliknya, hubungan masyarakat yang bersifat negative, akan membaawa konflik pada masyarakat dan akhirnya akan terjadi perpecahan dalam lapisan masyarakat.
Dampak interaksi sosial secara positif:
a. Terpenuhinya kebutuhan individu dan kelompok yang tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain.
b. Kerjasama manusia yang terus berkembang seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan dan situasi masyarakat saat ini.
c. Hubungan sosial antara dua atau lebih kelompok sosial yang berbeda akan terintegrasi lebih kuat karena timbulnya solidaritas dan kesetiakawanan yang tinggi.
d. Individu- individu yang berbeda akan saling kenal
e. Tercapainya kestabilan antara dua/ lebih kelompok yang bertikai
f. Lahirnya unsur kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan atau mengeliminasi kebudayaan asli yang mendukungnya.
g. Terjadinya negosiasi antara pihak- pihak yang bertikai.
Dampak interaksi sosial secara negativ:
a. Kerusakan dan hilangnya harta benda dan nyawa jika terjadi kontak atau benturan fisik
b. Persaingan yang tajam akan membuat kontrol sosial tidak berfungsi
c. Akan menimbulkan prasangka yang memicu terjadinya kerugian bagi orang lain
d. Aktivitas yang dilakukan akan mengakibatkan terjadinya benturan/ kontak fisik
e. Menimbulkan rencana / niat mencelakakan pihak lain.

PROSES PEMBENTUKAN INTERAKSI SOSIAL
A.      Imitasi
I.                     Definisi Imitasi
Imitasi adalah tindakan meniru sikap, penampilan, pembicaraan, maupungaya hidup orang lain. Proses imitasi pertama kali terjadi dalam pergaulankeluarga. Misalnya, seorang anak meniru kebiasaan orang tuanya dalam hal cara berbicara dan berpakaian. Bermula dari lingkungan keluarga, proses imitasiberkembang semakin luas dalam masyarakat. Berbagai media massa yangmenyajikan beragam informasi juga berpengaruh mempercepat proses imitasidalam masyarakat.
Imitasi dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih, gembira, dan sebagainya. Hal ini penting didalam membentuk rasa kepedulian sosial seseorang” (Purwanto, 1999 : 65). Sedangkan ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang meniru keadaan orang lain, akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang tidak mampu meniru keadaan orang lain” (Nawawi, 2000 : 42).
Dari kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam keadaan susah, senang ataupun gembira.
II.                    Faktor Imitasi
imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain
.Menurut Tarde faktor imitasi ini merupakan satu-satunya faktor yangmendasari atau melandasi interaksi sosial. Seperti yang dikemukakan olehGerungan (1966:36). Imitasi tidak berlangsung secara otomatis melainkandipengaruhi oleh sikap menerima dan mengagumi terhadap apa yang diimitasi.Untuk mengadakan imitasi atau meniru ada faktor psikologis lain yang berperan.Dengan kata lain imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lainyang ikut berperan, sehingga seseorang mengadakan imitasi. Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalu orang yang bersangkutan tidak mempunyai sikapmenerima terhadap apa yang diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasisesuatu perlu adanya sikap menerima, ada sikap mengagumi terhadap apa yangdiimitasi itu, karena itu imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya. Contoh dariimitasi adalah bahasa; anak belajar berbahasa melalui peniruan terhadap oranglain selain itu mode-mode yang melanda masyarakat berkembang karena faktorimitasi
III.                  Syarat Terjadinya Proses Imitasi
Syarat terjadinya proses imitasi ialah sebagai berikut.
1)      Sesuatu yang ditiru harus mendapatkan perhatian orang lain. Misalnya,model potongan rambut seorang artis yang menarik perhatian banyak orang,maka akan ditiru oleh banyak orang pula.
2)     Harus ada sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang ditiru.Misalnya, sekelompok orang yang mengagumi RATU. Karena kekagumantersebut mereka akan meniru segala atribut yang dipakai RATU.
3)     Taraf pengertian yang cukup mengenai hal-hal yang ditiru. Misalnya,sekelompok anak muda akan meniru lagu-lagu tertentu yang popular apabiladia memahami lagu-lagu tersebut.
Model yang ditiru dapat bersifat positif maupun negatif. Oleh karena itu,proses imitasi dapat mengarah ke hal-hal positif atau negatif. Apabila imitasimengarah ke hal-hal yang baik, maka dampaknya pun positif. Kondisimasyarakat akan semakin stabil dan harmonis sehingga tercipta keselarasandan keteraturan sosial. Namun, apabila proses imitasi mengarah ke hal-hal yang negatif, maka dampaknya akan buruk. Imitasi negatif dapat menyebabkanberbagai penyimpangan sehingga melemahkan sendi-sendi kehidupan sosial.Oleh karena itu, agar proses imitasi tidak mengarah negatif diperlukan kondisisosial yang baik. Kondisi yang baik berupa berkembangnya sistem, norma, dannilai yang mampu menunjang sendi-sendi kehidupan masyarakat.
IV.                 Dampak Imitasi
a.        Dampak Positif
1.         Peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
2.        Menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.
3.        Pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang.
4.        Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik.

b.        Dampak Negatif
1.         menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik.
2.        sosial Dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
B.      Identifikasi
I.                     Definisi Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia  pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat  laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.  Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita  mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.
II.                    Faktor Identifikasi
Proses identifikasi tidak hanya terjadi melalui peniruan perilaku, tetapi juga melibatkan proses kejiwaan yang sangat dalam. Misalnya, Anda sangatmengagumi seorang bintang sepak bola. Kekaguman tersebut membuat Andamengidentifikasikan diri dengan bintang itu. Potongan rambut dan kaos yang Anda pakai menyerupai sang idola. Identifikasi juga dapat disebabkan olehkedekatan dan intensifnya komunikasi, misalnya seorang anak perempuan yangsangat dekat dengan ibunya. Pada umumnya, tingkah laku anak tersebut identik dengan ibunya.
III.                  Syarat Terbentuknya Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia  pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat  laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.  Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam. Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita  mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.
C.      Sugesti
I.                     Definisi Sugesti
Sugesti adalah rangsangan atau pengaruh atau stimulus. Rangsangan diberikan seseorang kepada orang lain. Penerima sugesti akan menurutikehendak pemberi sugesti tanpa berpikir kritis dan rasional. Sugesti bersifat sangat individual. Suatu informasi atau nasihat bisa menjadisuatu sugesti, apabila keyakinan lebih dominan dalam proses penerimaannya.Suatu informasi atau nasihat tidak akan berubah menjadi sugesti, apabila adaproses berpikir pada orang yang bersangkutan.Sugesti dapat terjadi antara:
1)              Seseorang terhadap orang lain. Contoh, nasihat yang diberikan seorangayah kepada anaknya agar belajar lebih giat.
2)             Seseorang terhadap sekelompok orang. Contoh, wali kelas memberikannasihat kepada semua siswa satu kelas.
3)             Sekelompok orang terhadap kelompok lainnya. Contoh, sekelompok penjual yang mengiklankan produknya kepada masyarakat, serta.
4)             Sekelompok orang terhadap individu. Contoh, seorang pemain bulutangkistunggal mendapat tepuk tangan dan dukungan dari penonton.
Wujud sugesti dapat berupa sikap, tindakan, dan perkataan. Suatu gambarposter atau kalimat iklan di spanduk juga dapat memberikan sugesti kepadaorang. Bahkan, benda-benda tertentu yang merupakan simbol suatu maknatertentu dapat memberikan sugesti kepada seseorang. Orang yang percayakepada seseorang yang ia anggap memiliki ‘kelebihan’ pada umumnya mudahtersugesti dengan apapun yang di-perintahkan orang tersebut, misalnyaseseorang percaya bahwa jimat yang diberikan dukun mengandung kekuatan.Sebenarnya, kekuatan itu berasal darirasa optimis yang dibangkitkan olehkeyakinan akibat sugesti. Orang yangmemiliki optimisme kuat dan berani,pada umumnya banyak memperolehkeberhasilan atas apa yang ia lakukan.Di sinilah sebenarnya kunci rahasia jimat yang dapat membuat orang menjadipemberani. Sugesti semacam ini samadengan keyakinan yang memengaruhikita sewaktu memilih dokter yang kitaanggap paling manjur.
II.                    Faktor Sugesti
Sugesti dapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini.
1.         Hambatan Berpikir.Seseorang yang sedang mengalami kelelahan pikiran atau sedang me-nanggung beban emosional tertentu akan mudah sekali tersugesti (di-pengaruhi).
2.        Terpecahnya Pikiran Seseorang.Seseorang yang kurang konsentrasi akan mudah mengalami sugesti.
3.        Otoritas.Seseorang yang mempunyai kekuasaan akan mudah memberikan sugesti(pengaruh) kepada orang lain. Misalnya, seorang pemimpin yang kharis-matik, anjurannya pasti dipatuhi rakyatnya.
4.        Mayoritas.Orang cenderung akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang banyak (arus umum).
5.        Percaya terhadap Sugesti dari Orang LainSeseorang akan melakukan apapun yang dikatakan atau dianjurkankepadanya dari orang lain yang dianggap baik dan benar. Misalnya, seorangpasien datang ke dokter untuk periksa. Apabila dalam diri pasien telahtertanam rasa percaya kepada dokter tersebut, maka dia akan menurutisegala anjurannya.
III.                  Jenis-Jenis Sugesti
a.        auto sugesti,
yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang dari dalam diri individu yang bersangkutan, 
Misal sering seseorang merasa sakit-sakit saja, walaupun secara obyektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja terapi karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat, maka ia merasa tidak sehat.
Contoh :
Ada yang tau kenapa dulu nenek moyang kita ngomong kalo kita ingin menahan buang air besar kita harus ngantongin batu? Ayo siapa yang tau? Oke deh langsung aja disimak cerita ini.
Pada suatu hari ada seorang pemuda yang berandal, suka berkelahi, dan suka tawuran tinggal di sebuah desa yang bernama desa Mangga Dua. Karna ia sangat suka berkelahi ia pun mempunyai banyak musuh. Sampai akhirnya, pemuda tersebut diancam akan dibunuh oleh musuh-musuhnya. Karna rasa takut yang begitu dahsyat, pemuda tersebut mencari-cari dukun yang handal yang dapat membantunya. Sampailah ia ke sebuah rumah tua yang di huni oleh mbah rosid di sebuah desa yang bernama desa maju mundur. “bla ble bli blu” suara komat kamit mbah rosid.. “apa keperluanmu datang kesini?” “aaaaanuuu mbah &*(*&%##$%^& ” “ooo… jadi begitu ya…? itu sih gampang. Kamu pegang aja jimat ini kapanpun dan kemanapun kamu pergi. Maka pada saat kamu menghadapi keadaan yang berbahaya tubuhmu akan menjadi kuat, kebal, dan tahan benting… eehhhh tahan banting maksudnya.” Karna pemuda tersebut sangat percaya dengan sang dukun tersebut ia selalu membawa jimat itu kapanpun dan kemanapun ia pergi. Padahal, tanpa ia ketahui dukun itu ternyata hanya dukun palsu yang tidak bisa apa apa. Beberapa hari kemudian saat pemuda tersebut nongkrong ditermpat tongkrongannya di pasar beting kulon para musuhnya yang kurang lebih 6 orang datang menemuinya. Karna rasa yakin akan kekuatan jimat tersebut pemuda tersebut menghadapinya tanpa rasa takut sedikitpun. “Gedebak, gedebuk, gumprang”  suara sang pemuda yang di pukuli musuh-musuhnya. Lantas apa yang terjadi? “hahahahaha…. segini doang pukulan lu pada? “ teriak sang pemuda tersebut tanpa rasa sakit.
Lah kok bisa gitu ya? Padahalkan dukun tersebut hanya dukun palsu? Mari kita telaah lebih dalam…
Rasa yakin yang tinggi adalah kunci terjadinya auto sugesti. Pada saat dukun tersebut memberikan jimat tersebut tanpa disadari sang dukun, sang dukun memberikan anchor yang berbunyi ” Kamu pegang aja jimat ini kapanpun dan kemanapun kamu pergi. Maka pada saat kamu menghadapi keadaan yang berbahaya tubuhmu akan menjadi kuat, kebal, dan tahan benting… eehhhh tahan banting maksudnya.” Jadi, sugesti tersebut akan aktif secara otomatis ketika sang pemuda dalam keadaan berbahaya.
Nah sama juga tuh konteksnya kalo kita pengen nahan buang air besar kita harus ngantongin batu. Jadi sebenarnya jika kita benar-benar yakin jika dengan kita ngantongin batu kita bisa nahan buang air besar maka insya allah deh buang air besarnya bisa di tahan.
b.        hetero sugesti,
hetero sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain. Misal sering seseorang merasa sakit-sakit saja, walaupun secara obyektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja terapi karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat, maka ia merasa tidak sehat. Contoh untuk hetero sugesti adalah misal dalam bidang perdagangan, orang mempropagandakan dagangannya sedemikian rupa, hingga tanpa berfikir lebih lanjut orang termakan propaganda itu, dan menerima saja apa yang diajukan oleh pedagang yang bersangkutan.
Sugesti terbentuk berasal dari orang-orang yang memiliki wibawa, kekuasaan, maupun pengaruh besar, dalam lingkungan social. Misalnya ulama, ketua adapt, cendikiawan, sesepuh kampung, dan sebagainya.
Sugesti akan berlangsung cepat atau lambat dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
 
a. Usia
 
b. Kemampuan intelektual
 
c. Keadaan fisik
 
d. Kepribadian
 
Orang untuk tersugesti diantaranya sebagai berikut :
 
a. Kurang bersikap kritis
 
b. Berpendidikan rendah
 
c. Pemberi sugesti mempunyai otoritas. Contohnya nasihat ulama akan lebih didengar dan dipatuhi dari pada nasihat tokoh intelektual.
 
d. Orang yang dalam keadaan ragu-ragu.
Terjadinya proses sugesti mengikuti dalil sebagai berikut :
 Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila daya kritisnya dihambat. Orang yang kemampuan berpikirnya kurang atau kurang kritis akan mudah dipengaruhi. Daya kritis tersebut akan terhambat bila orang terkena stimulus yang bersifat emosional. Atau dalam keadaan fisik dan jiwa yang lelah. Misal orang yang telah berjam-jam rapat, ia sudah lelah baik fisik maupun psikologis , adanya keenganan untuk berfikir secara berat, sehingga biasanya dalam keadaan yang demikian orang akan mudah menerima pendapat, pandangan dari pihak lain, atau dengan kata lain orang yang bersangkutan akan mudah menerima sugesti dari pihak lain.
 Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila kemampuan berpikirnya terpecah belah (dissosiasi).Orang mengalami dissosiasi bila orang itu dalam keadaan kebingungan sehingga mudah menerima pengaruh orang lain. Secara psikologis orang yang dalam keadaan bingung berusaha mencari penyelesaian karena jiwanya tidak tenteram sehingga mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
 Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila materinya mendapat dukungan orang banyak (sugesti mayoritas). Dalam dalil ini orang akan mudah menrima pandangan, nporma, pendapat dan sebagainya bila hal tersebut telah mendapatkan dukungan mayoritas.
 Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila yang memberikan materi adalah orang yang memiliki otoritas. Walau materi yang diberikan sama tetapi kalau yang memberikan berbeda maka akan terdapat pula perbedaan dalam penerimaan. Orang yang memiliki otoritas akan cenderung mudah diterima karena tingkat kepercayaan yang tinggi
 Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila pada orang yang bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah. Bila dalam diri orang ada pendapat yang telah mendahului dan searah dengan yang disugestikan maka umumnya orang akan mudah menerima pendapat tersebut
D.      Perbedaan Antara Imitasi dan Identifikasi
Fungsi sikap sebagai cara pemuasan kebutuhan manusia. Untuk mempelajari tentang proses pembentukan sikap dapat dilakukan melalui proses imitasi (peniruan) dan proses identifikasi.

Proses imitasi
Proses imitasi berarti proses meniru, adalah suatu proses di mana seseorang memperoleh pola-pola tingkah laku orang lain dengan cara meniru pola-polanya. Hampir semua tingkah laku diperoleh dengan proses imitasi. Dalam proses imitasi, seseorang bertindak sebagai stimulus atau sebagai kunci tingkah laku bagi orang lain. Dia mengamati, stimulus itu, dan berupaya melakukan tingkah laku atau respon yang sama jenisnya, kemudian menirunya secara persis. Jadi langkah pertama yang dilakukan oleh si peniru adalah meniru model yang dia butuhkan untuk diamati dan dipelajari pola-pola responnya. Tingkah laku hasil peniruan ini akan menjadi mantap jika diadakan penghargaan, persetujuan dan diulangi berkali-kali untuk diperkuat.

Proses identifikasi
Proses identifikasi adalah suatu proses di mana seorang individu terlibat secara psikologis di dalam dan menerima pola-pola tingkah laku orang lain. Seseorang yang mempunyai identifikasi dengan orang lain, melihat dirinya seperti orang tersebut, yang pada gilirannya dia bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan model yang dia identifikasi.
Proses identifikasi membutuhkan model yang baik untuk ditiru dan diidentifikasi, sehingga diperlukan figur tokoh yang memang tepat dan baik untuk ditiru, misalnya guru, siswa terbaik, atau tokoh dalam sejarah, dan manajer yang populer dan sukses dalam bidangnya.
E.       Empati
         I.            Definisi Empati
Empati adalah ciri utama dari orang yang memiliki kecerdasan emosional. Empathi sangat penting untuk kesuksesan hubungan antar manusia. Tanpa empati hubungan kita akan gagal, karena berarti kita tidak mampu memahami perasaan orang lain. Akibatnya akan sering terjadi salah persepsi, miskomunikasi dan konflik dengan orang lain. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia empati berarti kemampuan menghadapi pikiran dan perasaan orang lain
Empati harus dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kita pada emosi sendiri, maka semakin terbuka pada emosi orang lain. Semakin kita memahami emosi dan perasaan diri kita, maka akan semakin bisa kita memahami emosi orang lain. 
Empati berasal dari bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti “ketertarikan fisik”. Sehingga dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.
Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Sedangkan Eileen R. dan Sylvina S (Kompas, 18 Nop.2006) menjelaskan bahwa empati adalah kegiatan berpikir individu mengenai “rasa” yang dia hasilkan ketika berhubungan dengan orang lain.
Menurut Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain itu. Bullmer menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati menekankan kebersamaan dengan orang lain lebih daripada sekadar hubungan yang menempatkan orang lain sebagai obyek manipulatif.
Taylor menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang saling memercayai. Ia memandang empati sebagai usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap makna perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling memercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat.
Sedangkan Alfred Adler menyebut empati sebagai penerimaan terhadap perasaan orang lain dan meletakkan diri kita pada tempat orang itu. Empathy berarti to feel in, berdiri sebentar pada sepatu orang lain untuk merasakan betapa dalamnya perasaan orang itu.
Senada dengan Adler, Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara terhadap sebagian atau sekurang-kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain. Berempati tidak melenyapkan kedirian kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan mendengarkan bukan sekadar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya: siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya.
Menurut definisi Thomas F. Mader & Diane C. Mader (Understanding One Another: 1990), empati adalah kemampuan seseorang untuk share-feeling yang dilandasi kepedulian. Kepedulian ini ada tingkatan-tingkatannya
Menurut Goleman juga, Empati adalah berusaha setala (seide, sepikiran, seperasaan atau satu frekeuensi) dengan orang lain. Tiadanya kesetalaan antara orang tua dan anak, secara emosional akan merugikan anak dan menyebabkan mereka condong ke emosi yang tidak menyenangkan. Artinya ketika orang tua dan anak saling tidak memahami, terutama orang tua tidak memahami perasaan anaknya maka, anak akan cendrung pada emosi negative. Misalnya seorang anak yang memiliki permasalahan di sekolahnya, mungkin dengan teman atau dengan guru, sehingga semangat dan motivasi belajarnya menurun.
Orang tua yang tidak setala dengan anaknya, tidak akan mampu menangkap dan merasakan perubahan sikap dan perilaku anaknya, sehingga orang tua itu cendrung tidak peduli, bahkan tetap memaksa anaknya untuk sekolah, tanpa berusaha mengetahui apa masalah yang dialami anaknya. Atau contoh lain misalnya, seorang anak yang berhasil berprestasi di sekolah dan mendapatkan hasil ujian yang tertinggi dibandingkan kawan-kawannya, kemudian dia memperlihatkan nilai yang didapatnya kepada orang tuanya. Tapi mereka tetap cuek, tidak ada pujian, penghargaan atau turut bergembira atas keberhasilan anaknya. Akibatnya si anak merasa orang tuanya tidak peduli terhadap kerja dan usahanya. Kelak hal ini akan mempengaruhi emosi dan motivasinya untuk berprestasi lagi. Sangat mungkin motivasi belajarnya menurun.Resonansi Perasaan
Empati sering disebut-sebut sebagai resonansi dari perasaan. Secara fisika berarti ikut bergetarnya suatu benda karena persamaan frekuensi. Dengan empati, seseorang akan membuat frekuensi perasaan dalam dirinya sama dengan frekuensi perasaaan yang dirasakan orang lain. Sehingga ia turut bergetar, turut memahami, sekaligus merasakan apa yang dirasakan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain.
Empati ini sangat kita butuhkan. Empati ini akan membuat kita terbiasa melihat sesuatu dari sisi yang lain. Empati akan membuat kita bisa cepat memisahkan orang dan masalahnya; empati akan mendorong kita untuk lebih melihat bagaimana menyelesaikan masalah ketimbang bagaimana menyerang orang.
Belajar Berempati dari Tokoh Terdahulu
Seorang pemimpin sangat dituntut profesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya, sebagai contoh pemimpin kharismatik India Mahatma Gandhi yang menjadi inspirasi gerakan kemerdekaan di Asia pada era 40-50 an, misalnya, yang memilih berpakaian hanya selembar kain gandum karena seperti itulah rakyat kebanyakan.
Atau juga tengok Bapak Koperasi kita Bung Hatta yang menjadi sangat dikenang selain karena intelektualitasnya juga karena kesederhanaan dan kejujurannya. Semua bentuk empati dan simpatinya itulah yang membuat mereka menjadi jauh lebih paham seperti apa rakyat yang dipimpinnya ketimbang mereka-mereka yang memilih gaya borjuis saat menjadi elit politik.
Saat ini bangsa kita sedang membutuhkan orang-orang yang memiliki “sense of empati” yang tinggi, yang memiliki kepekaan empati. Empati itu tidak hanya dibutuhkan ketika bangsa kita sedang terpuruk dengan berbagai bencana yang melanda. Sebagai contohnya, ketika bangsa kita sedang tertimpa musibah tsunami aceh. Rakyat Indonesia berbondong-bondong menyumbangkan apa yang dimiliki, baik sumbangan berbentuk materi, tenaga, maupun dengan doa. Rakyat Indonesia saat itu memang tampak benar-benar bersatu, bersatu ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudara di Aceh, kehilangan sanak keluarga yang tercinta, kehilangan harta bernda, kehilangan bagian-bagian tubuh, merasakan kehilangan hal-hal berharga yang dimiliki, dan semua itu telah membuat kita bersatu.
Pertanyaannya apakah kita harus ditegur dulu dengan musibah semacam itu disertai ribuaan nyawa yang hilang terlebih dahulu untuk mengaktifkan sensor empati kita? Jika kita ingin mengikuti jejak tokoh terdahulu yang menunjukka empatinya atas penderitaan rakyat yang dipimpinnya, rasanya Indonesia akan segera bangkit dari keterpurukan ini. Ya… keterpurukan yang bukan disebabkan oleh mati surinya industri atau perekonomian. Tapi lebih kepada matinya hati karena enggan berbagi dan merasakan pahit getirnya kehidupan saudaranya yang lain. Kini, empati menjadi suatu yang harus hidup dalam sanubari karena dengan berempati, menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang masih hidup, manusia yang berperasaan, dan akhirnya menuntun kita menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama.
        II.            Faktor Empati
Bagaimana caranya agar kita dapat menjadi “setala” dengan orang lain?. Atau dapat menyesuaikan diri dan berempati dengan orang lain?. Salah satu terapinya adalah dengan melakukan pencerminan atau mirroring yaitu berusaha setala dengan orang lain dengna cara meniru gerakan, ekspreasi dan cara berbicaranya. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain, jika komunikasi itu berjalan dengan baik dan kesepahaman. Kita akan melihat bahwa gerakan dan cara berbicara mereka akan cendrung sama. Kita juga mungkin pernah merasakan hal yang sama. Tanpa kita sadari gerakan dan bahasa tubuh kita akan mirip dengan kawan bicara kita.
Cara berikutnya untuk menumbuhkan empati dan kesetalaan dengan orang lain adalah dengan berusaha untuk bersikap tenang dan terbuka, karena Empati membutuhkan ketenangan dan kesediaan untuk menerima, sehingga sinyal perasaan halus orang lain dapat ditiru dan diterima oleh otak emosional orang itu sendiri
      III.            Dampak Empati
a.        Dampak Positif
Sikap empati adalah awal kebaikan dan kemuliaan manusia. Karena empati berkembang dari moral dan etika. Orang yang berempati akan memiliki moral dan etika sekaligus memiliki sikap altruism yaitu sikap dan keinginan untuk membantu dan peduli pada orang lain. Orang yang mau membantu dan peduli pada orang lain adalah orang yang akan mendapatkan kemuliaan dan kecintaan dari sesame manusia, walaupun dia sendiri tidak menginginkannya. Namun hokum timbale balik berlaku, ketika manusia berbuat kebaikan dan membantu manusia, maka manusia itu akan berusaha untuk membalas kebaikannya, minimal dengan bersikap hormat dan memuliakan orang yang membantunya.
b.        Dampak Negatif
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki empati akan menjadi penjahat, psikopat, dan kejam pada orang lain. Psikopat yaitu ketidak mampuan merasakan sedikitpun empati atau belas kasihan dalam bentuk apapun kepada orang lain. Menurut para pakar psikologi, hal ini merupakan cacat emosional yang paling membingungkan. Orang psikopat tidak mampu menjalin hubungan emosi, bahkan yang paling dangkal sekalipun. Mreka juga pembohong yang lihai untuk memenuhi keinginannya, karena yang mereka pikirkan adalah kesenangan dan kebahagiaan dirinya saja tanpa sedikitpun peduli pada orang. Mereka sama sekali tidak berempati dan terhadap penderitaan orang lain. Mereka bahkan tidak memiliki rasa takut akan hukuman akibat perbuatannya dan tidak memiliki empati terhadap ketakutan dan penderitaan korbannya
Orang normal ketika tersinggung atau kesal maka dia akan marah pada orang lain. Bisa jadi dia merespon dengan sikap yang dibarengi kemarahan seperti ungkapan keras dan kasar atau bahkan serangan fisik. Namun para psikopat yang tidak memiliki empati melakukan tindakan menyiksa dan menyakiti orang lain dengan ketenangan dan darah yang dingin, serta tanpa perasaan bersalah. Hal ini yang menyebabkan mereka bisa disebut pembunuh berdarah dingin.
F.       Simpati
I.                     Definisi Simpati
Anthony Robbins dalam unlimited power menggunakan istilah simpati dalan menggambarkan tentang empati ini. Sebenarnya simpati dalam pengertian menurut kamus besar bahasa Indoensia sama dengan pengertian empati. Simpati menurut KBBI yaitu rasa kasih, rasa setuju, rasa suka dan keikutsertaan merasakan rasa susah atau rasa senang orang lain. Hal ini persis sama dengan pengertian empati menurut Emotional Intelligence.
Menurut Anthony robbins, simpaty adalah kemampuan memasuki dunia seseorang dan menjadikan anda merasa memahaminya. Simpati artinya kemampuan pindah sepenuhnya dari peta dunia anda kepeta dunia orang lain. Inilah inti dari komunikasi yang sukses
Kemampuan meraih simpa
ti adalah keterampilan terpenting yang mungkin dikuasai seseorang. Agar memberi performa yang baik dalam pekerjaan kita. Baik pekerjaan kita sebagai guru, marketing ataupun peran kita orang tua, sahabat yang baik, maka yang kita butuhkan adalah simpati, yaitu kemampuan membentuk ikatan dengan sesame manusia dan hubungan yang saling tanggap satu dengan yang lainnya.
A. Pengertian Simpati Dan Pendapat Para Pakar

Simpati adalah Sikap menaruh perhatian, ikut merasakan dan memberi dukungan emosional kepada orang yang sedang menderita.

Menurut Soerjono Soekanto:
Proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Agar dapat berlangsung, diperlukan adanya pengertian antara kedua belah pihak.

Menurut Max Weber:
Perasaan Simpati itu bisa juga disampaikan kepada seseorang / kelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat –saat khusus. Misalnya apabila perasaan Simpati itu timbul dari seorang perjaka terhadap seorang gadis / sebaliknya kelak akan menimbulkan perasaan cinta kasih / kasih sayang.

Menurut Gillin:
Merupakan proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dorongan utama pada Simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

Menurut Kelompok Kami (Kelompok 7):
Sikap peduli terhadap sesama yang didasari dengan perasaan ikut merasakan penderitaan orang lain dengan sepenuh hati.


II.                    Faktor Simpati
Faktor-faktor Simpati:
1.                     Kesamaan pandangan
2.                    Kesamaan kepentingan
3.                    Kesamaan faktor-faktor histois
4.                    Kesamaan rasial
Bagaimana menciptakan simpati? Kunci sukses dari simpati adalah mencari kesamaan-kesamaan dengan orang lain, dan mengurangi dan menjauhi perbedaan-perbedaan. Dalam NLP disebut dengan bercermin (mirroring) atau mencocokan. Apa yang disamakan atau dicocokkan ? Antara lain :
1. Menyamakan minat, misalnya menyamakan hobi, gaya berpakaian atau kegiatan yang disukai dengan orang lain yang menjadi kawan, saudara atau klien kita
2. Menyamakan asosiasi, yaitu menyamakan hal-hal yang bersifat spesifik dengan orang lain misalnya mempunyai kampung yang sama, atau ,mempunyai teman yang sama
3. Menyamakan kepercayaan, yaitu menyamakan hal-hal yang dipercayai oleh mereka dengan kita, seperti sama-sama meyakini bahwa ibadah dan spiritual adalah jalan keluar dari persoalan hidup.
4. Menyamakan prediket dan kata untuk system representasi internal orang lain. Representasi internal yaitu bagaimana orang lain mengolah informasi. Apakah prediket atau kata untuk representasi visual, auditorial atau kinestetik. Prediket untuk Representasi visual yaitu melihat (see), memandang (look), membayangkan (imagine), menunjukkan (show) dan lain-lain. Prediket untuk representasi auditorial yaitu mendengar (hear), mendengarkan (listen), sounds ( terdengar) dan harmonize (mengharmoniskan). Sedangkan prediket untuk representasi kinestetik yaitu merasakan (feel), menyentuh (touch), get hold of (memegang) dan lain-lain
5. Menyamakan nada dan volume suara. Menyamakan irama perkataan dan tinggi rendahnya volume suara orang lain.
6. Menyamakan fisiologi, ekspresi wajah, tatapan mata, pola bernafas, gesture tubuh seperti gerak-gerik tangan atau gerakan lain yang khas. 50 % komunikasi yang berhasil berasal dari ekspresi wajah dan gesture tubuh ini. Pikiran sadar menangkap kata-katanya, pikiran bawah sadar menangkap fisiologi
A. Latar Belakang Dan Perkembangan Simpati
Simpati adalah Suatu proses kejiwaan dimana seseorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannva yang sedemikian rupa. Dikatakan sedemikan rupa, karena bagi sebagian orang, sikap, penampilan, wibawa atau perbuatannya itu biasa-biasa saja. Proses Simpati ini mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan interaksi sosial yang di bangun oleh individu maupun kelompok masyarakat.
Simpati adalah perasaan ketertarikan seseorang terhadap orang lainnya. Pengertian ketertarikan disini bukan ketertarikan dalam artian hubungan romantis, tapi dugaan atau pendapat bahwa orang yang dituju itu adalah orang yang menarik. Mudahnya, seperti mengatakan, “Wah, orang yang menarik.” Bisa jadi rasa ini timbul ketika melihat seseorang yang mampu melakukan hal-hal tertentu yang dianggap unik atau hebat, atau sekedar rasa tertarik secara fisik saja. Misalnya seperti, “Wah, gadis itu cantik ya.” Umumnya terjadi pada pandangan sekilas.
Respek adalah rasa hormat terhadap orang lain. Bukan sekedar hormat saja, tapi juga hormat yang disertai rasa kekaguman. Bisa dibilang ini adalah tingkat lanjutan dari Simpati yang dijabarkan di atas (bukan empati; jika empati maka yang kita bicarakan sudah lain hal). Respek bukan sekedar tertarik dan kagum karena hal-hal yang dilihat secara sekilas saja, tapi rasa respek terhadap orang tertentu baru muncul setelah seseorang mengetahui pribadi atau perbuatan si orang yang direspek dengan lebih dalam. Misalnya setelah berkenalan dengan seorang teman, kemudian dalam tempo waktu tertentu menyadari bahwa dia ahli dalam suatu bidang, bisa jadi timbul rasa respek terhadap teman itu.
Rasa keintiman, dalam hal ini, bisa dikategorikan sebagai tingkat yang paling mendalam. Dan pada umumnya lebih sering terjadi pada lawan jenis. Rasa keintiman sudah lebih dari sekedar respek; ada rasa posesif dan unsur romantis yang ditambah dalam perasaan yang ini. Misalnya si Andi yang tadinya hanya sekedar respek dengan si Anti karena pintar, kemudian setelah mengenal pribadi Anti lebih jauh dan lebih dalam lagi, timbul rasa keintiman yang dimaksud. Keintiman disini bukan konotasi negatif dalam artian ‘hubungan’ antara laki-laki dan perempuan, tapi rasa ketertarikan yang lebih. Atau beberapa orang lebih suka menyebutnya cinta. Biasanya proses ini terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama daripada Simpati maupun respek.
Terkadang, bagi manusia yang hati dan perasaannya begitu subjektif dan bisa berubah-ubah tergantung bagaimana cara ia memandang sesuatu, agak sulit untuk memisahkan bagian-bagian dari perasaan yang sudah dipaparkan di atas. Prasangka dan praduga terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain pun mendukung sikap manusia yang satu ini. Hal ini terutama akan makin sulit ketika sudah terjadi pada lawan jenis.
Kadang tembok pembatas antara rasa respek dan keintiman terlihat begitu tipis, dan bukan tidak mungkin kalau kadang manusia menembusnya tanpa menduga apa yang sebenarnya ada di baliknya.
Sikap Simpati lebih cenderung pada rasa belas kasihan, tetapi tidak dinyatakan dalam sikap yang konkret untuk menolong. Simpati akan dapat berkembang jika terdapat saling pengertian dari kedua belah pihak. Simpati disampaikan kepada seseorang pada saat-saat tertentu, bisa saat bergembira bisa pula saat bersedih. Misalnya, saat seseorang tertimpa musibah. Perasaan Simpati bisa menimbulkan perasaan sayang.
Pada dasarnya dorongan manusia untuk melakukan interaksi dengan orang lain salah satunya karena orang merasa tertarik dengan orang tersebut. Dalam suatu interaksi sosial pengaruh psikis yang paling mendasar adalah Simpati seseorang terhadap orang lain. Pada dasarnya Simpati adalah suatu sikap tertarik kepada orang lain karena sesuatu hal mungkin karena menarik penampilannya, mungkin karena kebijaksanaanya atau karena pola pikir yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh Simpati.
Kata Simpati berasal dari kata Yunani, “sympatheia” yang berarti mempunyai perasaan yang sama. Simpati mengandung kemampuan untuk ambil bagian dengan perasaan orang lain yang sedang menderita. Perasaan ini dilandasi oleh kemampuan untuk menaruh perhatian atas diri orang lain.
Simpati mempunyai hubungan dengan penyimpangan sosial yaitu sebagai sikap positif dalam penyimpangan sosial. Sikap positifnya yaitu memperbaiki segala pelaku penyimpangan sosial menjadi pelaku penyimpangan sosial yang positif.
Tujuan dan Fungsi Simpati

Tujuan Simpati:
1.                     Untuk memahami orang lain yang sedang dalam kesusahaan
2.                    Mengurangi masalah-masalah yang ada
3.                    Agar terjadi saling pengertian diantara kedua belah pihak
4.                    Untuk menyatakan suatu hal kepada seseorang
5.                    Untuk menyatakan pendapat mengenai suatu hal

Fungsi Simpati:
1.         Membuat seseorang sanggup untuk memahami pandangan atau situasi pelaku penyimpangan sosial
2.        Orang dapat mendukung pelaku penyimpangan yang positif
3.        Orang dapat mendorong pelaku penimpangan yang negatif untuk memperbaiki diri
4.        Dapat meringankan beban orang yang sedang tertimpa masalah
5.        Dapat menjadi perantara dalam menyatakan suatu hal

III.                  Contoh-contoh Simpati

·        Menjenguk orang yang sakit
·        Membantu orang yang tertimpa musibah
·        Menolong orang yang kesusahan
·        Membantu memecahkan masalah seseorang
·        Membantu korban bencana alam
·        Meringankan biaya sekolah
·        Turut berduka cita atas meninggalnya seseorang
·        Menghibur teman yang sedang bermasalah
·        Mengucapkan selamat kepada orang yang sedang berbahagia
·        Memberikan sebagian harta kepada orang yang kurang mampu
·        Turut berbahagia atas keberhasilan orang lain
·        Mendirikan panti asuhan bagi anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar
·        Mendirikan tenda dan posko bantuan untuk korban bencana alam

IV.                  Kesimpulan Dan Saran Mengenai Simpati

Bahwa sesungguhnya Simpati itu merupakan sikap peduli terhadap sesama yang muncul dari hati seseorang yang merasakan apabila hal yang dirasakan orang lain itu terjadi kepadanya. Sikap Simpati sebenarnya bersifat positif karena muncul dari hati nurani manusia sehingga apabila sikap Simpati dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut itu perilakunya akan selalu tertuju kepada hal yang positif bukan negatif.
Sikap Simpati juga dapat berupa pendapat terhadap suatu hal dengan cara memberikan suatu komentar terhadap hal tersebut. Simpati juga bersangkutan dengan peyimpangan sosial yaitu mengubah seluruh penyimpangan yang ada menjadi kedalam bentuk yang positif. Pada dasarnya Simpati adalah suatu sikap tertarik kepada orang lain karena sesuatu hal mungkin karena menarik penampilannya, mungkin karena kebijaksanaanya atau karena pola pikir yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh Simpati.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Simpati antara lain kesamaan pandangan, kesamaan kepentingan, kesamaan faktor-faktor histois, kesamaan rasial.
Simpati itu sebenarnya telah dimiliki oleh semua orang tetapi orang kadang-kadang tidak menyadarinya dan membiarkannya begitu saja. Buktinya semua orang dapat merasakan penderitaan orang lain dari dalam hatinya yang sangat dalam.



BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Menurut bentuknya, Selo Soemardjan membagi interaksi menjadi empat, yaitu;
a. Kerja sama (cooperation)
b. Persaingan (competition)
c. Pertikaian (conflict)
d. Akomodasi (acommodation), yaitu bentuk interaksi penyelesaian dari
pertikaian
Masyarakat indonesia termasuk tipe masyarakat Kooparatif, dengan cirinya yang khas yaitu “gotong royong”. Masyarakat Amerika serikat termasuk tipe masyarakat yang kompetitif, yaitu masyarakat yang saling-berlomba-lomba mencari kedudukan/status sosial, harta, dan sebagainya (Gunawan, 2000;33)
 Bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut dapat terjadi secara berantai terus menerus, bahkan dapat berlangsung seperti lingkaran tanpa berujung. Proses interaksi sosial bisa bermula dari setiap kerja sama, persaingan, pertikaian, ataupu  akomodasi; kemudian dapat berubah lagi menjadi kerja sama, begitu seterusnya. Misalnya suatu pertikaian, untuk  sementara waktu dapat diselesaikan; kemudian dapat bekerja sama; berubah menjadi persaingan; apabila persaingan ini memuncak, maka dapat terjadi pertikaian.
Kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktifitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami tehadap aktifitas masing-masing. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, menurut Soerjono Soekanto ada tiga bentuk kerja sama, yaitu :
a)        Bargaining,
yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
b)        Cooptation,
yakni suatu proses penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
c)        Coalition,
adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, oleh karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Akan tetapi untuk mencapai tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.
Persaingan merupakan usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu bisa berupa bentuk harta benda atau popularitas tertentu. Persaingan biasanya bersifat individu, apabila hasil dari persaingan tersebut dianggap cukup untuk memenuhi kepentingan pribadi, bentuk kegiatan ini biasanya didorong oleh motivasi sebagai berikut.
a) Mendapatkan status sosial
b) Memperoleh jodoh
c) Mendapatkan kekuasaan
d) Mendapatkan nama baik
e) Mendapatkkan kekayaan dan lain-lain
Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkemban secara negative, artinya disatu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkn pihak lainnya. Singkatnya pertikaian dapat diartikan sebagai usaha penghapusan keberadaan pihak lain. Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan keseimbangan yang  berhubungan dengan nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi merupakan suatu proses yang merupakan perkembangan dari pertikaian, dimana masing-masing pihak melakukan penyesuaian dan berusaha untuk mencapai kesepakatan untuk tidak saling bertentangan (Abdulsyani.2007;156-159)
2.1.5 Pola-Pola Hubungan (Interaksi) Sosial
Interaksi atau proses sosial (hubungan  timbal-balik yang dinamis di antara unsur-unsur sosial) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pola interaksi asosiatif dan pola interaksi disosiatif. Pola interaksi asosiatif merupakan proses-proses yang mendorong dicapainya akomodasi,  kerjasama dan asimilasi, yang pada giliran selanjutnya menciptakan keteraturan sosial. Pola interaksi disosiatif merupakan proses-proses yang mengarah kepada terciptanya bentuk-bentuk hubungan sosial yang berupa persaingan (kompetisi), kontravensi ataupun konflik (pertikaian), yang pada giliran berikutnya menghambat  terjadinya keteraturan sosial.
1. Pola interaksi Asosiatif
a) Kerja Sama (Cooperation) Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.  Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-groupnya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.
 Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”.  Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation).Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
a. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta
b. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
c. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu
d. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada 5 bentuk kerjasama :
a. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
b. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barangbarang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
c. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
d. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
e. Joint venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst.
b) Akomodasi (Accomodation) Pengertian Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
 Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporerMemungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.
Bentuk-bentuk Akomodasi
a. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan
b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
c. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
d. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
e. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa  persetujuan yang formal bentuknya.
f. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
g. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan
c) Asimilasi (Assimilation),  Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Proses Asimilasi timbul bila ada :
Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya orangperorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memilih syarat-syarat berikut ini Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer.
Frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :
Toleransi kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan perkawinan campuran (amaigamation).
Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga perasaan takut terhadapn kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi In-GroupFeeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan  minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.
2. Pola interaksi Disosiatif
Pola interaksi disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untukkepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :
A. Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe umum
:a. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
b. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.
Bentuk-bentuk persaingan :
a. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst.
b. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
c. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitifSebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini ”Kerpibadian seseorang
a. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
b. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
c. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.
B. Kontraversi (Contravetion)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 : yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencanayang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memakimaki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :
a. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
b. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
c. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.
Tipe Kontravensi :
Kontravensi antar masyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :
Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle)
Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat
(intercommunity struggle).
C. Pertentangan (Conflict)
Pertentangan (Pertikaian atau conflict) Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsurunsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Sebab musabab pertentangan adalah :
a. Perbedaan antara individu
b. Perbedaan kebudayaan
c. Perbedaan kepentingan
d. Perubahan sosial.
Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.
Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
a. Pertentangan pribadi
b. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan
c. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
d. Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat
e. Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan Negara. Pola-pola hubungan (interaksi) sosial yang teratur dapat terbentuk apabila ada tata kelakuan atau perilaku dan hubungan yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Sistem itu merupakan pranata sosial yang didalamnya terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang dipedomani serta ada lembaga sosial yang mengurus pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga interaksi sosial dalam masyarakat dapat berjalan secara teratur.
2.2 Lembaga Sosial
Istilah lembaga berasal dari kata Institution yang menunjuk pada penegertian tentang sesuatu yang telah mapan (Established). Dalam pengertian sosiologis, lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. lembaga-lembaga pada mulanya terbentuk dari suatu kebiasaan dilakukakan terus menerus sampai menjadi adat istiadat; kemudian berkembangmenjadi tata kelakuan (Mores)(Abdulsyani,2007;75).
Ada 3 (tiga) isilah yang bisa digunakan untuk menterjemahkan isitilah bahasa
inggris ”social institution”, yaitu ;
a. Bangunan sosial, sebagai terjemahan langsung istilah aslinya dari bahasa jerman yaitu Die Siziale Gebielde yang menunjuk pada bentuk dan susunannya, atau lebih menunjuk pada wujud luarnya.
b. Pranta sosial, adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Koencoroningrat yang dimaksudkan sebagai suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat  pada aktiitas-aktifitas untuk memenuhi kompleks-kompleks khusus dalam kehidupan bermasyarakat. Istilah ini lebih menunjuk pada sistem penataan didalamnya.
c. Lembaga sosial, adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, menurut mereka, lembaga sosial ialah semua norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu keperluan pokok dalam kehidupan  bermasyarakat, (menunjuk pada bentuk wadah serta norma yang terkandung didalamnya).Berbagai pakar memberikan definisinya masing-masing, tetapi dapat disimpulkan, bahwa lembaga sosial adalah struktur sosial beserta perlengkapannnya, yang dengan struktur sosial ini masyarakat manusia mengatur, mengarahkan, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memnuhi kebutuhan hidup manusia (Gunawan,2000;23)
Menurut R. M. Mac Iver dan CH. Page dalam bukunya yang berjudul Society, bahwa lembaga merupakan bentuk-bentuk atau kondisi-kondisi prosedur yang mapan, yang menjadi karakteristik bagi aktivitas kelompok. Kelompok yang melaksanakan patokan-patokan tersebut, disebut Asosiasi. Dengan demikian lembaga mencakup berbagai aspek, yaitu kebiasaan, tata kelakuan, norma atau kaidah hukum, hal ini  berarti istilah lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berprilaku yang diakui oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial. Soerjono Soekanto menyimpulkan lembaga sosial yaitu sebagai sarana jaringan daripada proses-proses hubungan antara manusia dan antara kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubunganhubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan  manusia dan kelompoknya. Lembaga sosial adalah seperangkat norma yang terinstitusionalisasi (institutionalized), yaitu : 
a. Telah diterima sejumlah besar anggota sistem sosial.
b. Ditanggapi secara sungguh-sungguh.
c. Diwajibkan, dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu.
2.2.1 Tipe-Tipe(Macam-Macam) Lembaga Sosial
Menurut Gillin dan Gillin ada lima tipe lembaga sosial, Lembaga sosial dapat dibedakan atas berbagai jenis dari beberapa sudut :
a) Berdasarkan sistem nilai yang diterima masyarakat
a. Basic Institutions, Lembaga sosial yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
b. Subsidiary Institutions, Lembaga yang dianggap masyarakat kurang penting, contohnya rekreasi.
b) Berdasarkan perkembangannya
a. Crescive Institutions,  Lembaga sosial yang tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga disebut juga lembaga paling primer. Contohnya, lembaga hak milik, perkawinan, dan agama.
b. Enacted Institutions,  Lembaga sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya, lembaga utang-piutang, lembaga pendidikan.
c) Berdasarkan penerimaan masyarakat
a. Approved Institutions,  Lembaga sosial yang diterima secara umum oleh masyarakat. Contohnya, lembaga pendidikan, ekonomi (perdagangan).
b. Unsanctioned Institutions,  Lembaga sosial yang ditolak dan tidak dikehendaki keberadaannya oleh masyarakat meskipun mereka tidak mampu memberantasnya secara tuntas. Contohnya, kejahatan.
d) Berdasarkan penyebarannya
a. General Institutions, Lembaga yang dikenal dan diakui oleh hampir seluruh masyarakat dunia. Contohnya, lembaga agama, dan hak asasi
manusia.
b. Restricted Institutions, Lembaga sosial yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu saja. Contohnya, lembaga budaya Indonesia.
e) Berdasarkan fungsinya
a. Cooperative Institutions, Lembaga sosial yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya, lembaga industri.
b. Regulative Institutions, Lembaga sosial yang berfungsi mengawasi tata kelakuan dalam masyarakat. Contohnya, lembaga hukum (pengadilan atau kejaksaan)
2.2.2 Ciri-Ciri Lembaga Sosial
Alex Inkeles menjelaskan bahwa dalam struktur terdapat sistem tindakan, yaitu seluruh perangkat kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan cara-cara bertindak yang baku yang biasanya diwujudkan oleh suatu kelompok yang mempunyai hubungan sosial timbal balik yang relatif langgeng. Perlu dipahami bahwa dasar utama suatu lembaga adalah menyangkut stabilitas progresif, artinya pola kehidupan baru dalam pemenuhan kebutuhan tertentu merupakan terminal struktur yang berkemajuan. Aktivitas sosial yang dapat dihimpun menjadi kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan erat dengan peranan-peranan dari perangkat struktur dapat dinamakan lembaga (Kamanto Sunarto, 2006).
Ciri-ciri umum dari pada lembaga sosial (kemasyarakatan), menurut Gillin and Gillin adalah sebagai berikut:
a. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi dari pada pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melelui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem- sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya, setelah mengalami suatu percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama sekali, oleh karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
c. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan.
d. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya bangunan, peralatan mesin-mesin dan sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
e. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri yang khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
f. Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut, merupakan dasar bagi lembaga itu didalam pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari pada masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya (Soerjono Soekanto, 1983).
Secara lebih singkat, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, memperinci ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagai berikut:
a. Merupakan unit yang fungsional, merupakan organisasi pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
b. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu, yaitu telah teruji dan berupa himpunan norma-norma pencapaian kebutuhan pokok yang sewajarnya harus dipertahankan.
c. Mempunyai tujuan atau beberapa tujuan tertentu.
d. Mempunyai perangkat peralatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut, misalnya: bangunan gedung, mesin-mesin, alat-alat lain.
e. Mempunyai alat pengebor semangat, misalnya: lambang-lambang, panjipanji, slogan-slogan, semboyan-semboyan dan lain sebagainya.
f. Mempunyai tradisi atau tata-tertib sendiri.lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui oleh anggota-anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial. Dengan demikian secara sosiologis, lembaga dalam pengertian hubungan sosial dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat, di mana dalam proses tersebut terdapat suatu pola perilaku yang disepakati bersama sebagai patokan agar stabilitas kerjasama upaya mencapai tujuannya dapat terpelihara.
Dari segi integritas sosial dapat dipahami bahwa lembaga mengandung unsur antar hubungan sosial berdasarkan kebutuhan kerjasama saling melengkapi secara multidimensional. Kelebihan di satu pihak merupakan kekurangan pihak lain, terjalin secara interdependensial dalam jangka waktu yang cukup lama. Kalau reaksi terhadap suatu peristiwa terdapat persamaan antara sebagian besar anggota suatu kelompok masyarakat, maka ada kecenderungan integritas sosial semakin meningkat. Keadaan ini mencerminkan suatu pelembagaan tentang kesamaan perilaku antar anggota kelompok dalam memenuhi segenap kebutuhan bersamanya, khususnya mengenai selera, norma dan kepentingan-kepentingan. Jadi lembaga sosial mengandung jaminan kesadaran kelompok bahwa kepentingan-kepentingan kelompok itu dirasakan dan dihayati oleh anggotanya sebagai kepentingan dirinya juga.
2.2.3 Proses Pelembagaan
Dalam sosiologi dikenal ada empat macam tigkatan proses pelembagaan, Pertama; cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan. Kedua; cara berbuat ini berlanjut pada dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan (folkways), yaitu perbuatan yang selalu diulang-ulang dalam setiap usaha dalam mencapai tujuan. Ketiga; apabila kebiasaan itu diterima sebagai patokan atau norma pengatur kelakuan bertindak, maka didalamnya sudah terdapat unsur pengawas dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan sanksi.  Keempat; tatas kelakuan yang semakin kuat yang mencerminkan kekuatan pola kelakuan masyarakat yang mengikata para anggotanya; tata kelakuan semacam ini disebut adat istiadat (costum).
Bagi masyarakat yang melanggar adat istiaat, maka ia akan mendapat sanksi yang lebih keras (Abdulsyani,2007;77)..Roucek dan Warren (1984), menyebut lembaga sebagai pola organisasi untuk memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai budaya sebagai satu ketetapan untuk menggunakannya yang tetap, memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat, dan melahirkan suatu struktur. (www.pdfsearchengine.com- perlengkapan fisip- strategi kebudayaan2)
Lembaga pada mulanya terbentuk atas dorongan kesamaan pandangan, hasrat dan keinginan bersama manusia untuk  hidup secara teratur. Cita-cita tentang keteraturan hidup ini berpusat pada tatanan normatif hubungan antar angota masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Penataan, pemeliharaan dan pengekalan keteraturan hubungan antar anggota masyarakat itu sangat tergantung pada intensitas kesadaran bersama terhadap fungsi norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Apabila kemudian secara sadar norma-norma sosial itu diakui, dihormati dan dipatuhi bersama sebagai satu-satunya alternatif yang dapat berfungsi memelihara stabilitas hubungan sosial dan dapat mendorong kemudahan dalam usaha memenuhi kepentingan-kepentingan kelompoknya, maka kehidupan kelompok ini akan semakin mapan dan terpola dalam bentuk lembaga sosial.
Proses pelembagaan yang terus meningkat, maka perlu dipahami bahwa poses pelembagaan tercakup beberapa aspek, seperti aspek norma, kekuatan penjiwaan terhadap norma, disamping luasnya penyebaran penjiwaan norma tersebut bagi anggota masyarakat. Seiring dengan apa yang disebutkan oleh durkheim, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari institusi (lembaga sosial). Dalam sosiologi lembaga utama yang menjadi pokok kajiannya antara lain; lembaga sosial ekonomi, politik, keluarga, pendidikan dan agama. Pada kajian deskripsi skripsi yang akan dibuat ini yang menjadi sorotan adalah lembaga (institusi) pendidikan.
2.3 Lembaga Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga (institusi) yang juga menjadi sorotan penting para ahli sosoiologi. Yang menjadi pokok bahasan utamanya adalah pendidikan formal, dan institusi pendidikan formal terpenting dalam masyarakat adalah sekolah yang menawarkan pendidikan formal mulai dari jenjang pra sekolah sampai kejenjang pendididkan tinggi baik yang bersifat umum maupun khusus (misalnya sekolah agama dan sekolah luarbiasa). Namun kita telah mengetahui bahwa diluar sekolah dijumpai berbagai bentuk pendidikan luar sekolah seperti pendidikan nonformal, misalnya kursus, dan pendidikan informal, misalnya pendidikan yang terjadi dirumah atau melalui media massa (Kamanto.2000;65)
Institusi (lembaga) pendidikan, menurut ahli sosiologi yang menjadi fokus kajiannya adalah bagaimana keterkaitan antara pendidikan dengan institusi lain, misalnya hubungan antara pendidikan dengan politik. Fungsi pendidikan dalam kajian sosiologi dibagi kedalam dua fungsi yaitu fungsi  manifest dan fungsi  laten(Horton dan Hunt;1984), fungsi manifest pendidikan ialah, antara lain, mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan, menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi dan sebagainya. Fungsi laten yaitu fungsi yang tidak tersirat dalam kurikulum sekolah (Hiddden curriculum) yaitu; kurikulum yang tidak disadari akan tetapi berfungsi untuk memberikan pengetahuan bagi peserta didik (Ibid;66). Lembaga pendidikan dibagi atas tiga tipe (Randall Collins,1979):
a. Pendidikan keterampilan dan praktis, yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikan kepada bentuk kehidupan sehari-hari dan masyarakat.
b. Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang diupayakan untuk mempertahankan prestise, simbol, serta hak-hak istimewa (privilese) kelompok elite dalam masyarakat yang memiliki pelapisan sosial.
c. Pendidikan birokratis yang diciptakan oleh pemerintah untuk melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan serta berguna pula sebagai sarana sosialisasi politik dari pemerintah kepada masyarakat awam.Lembaga pendidikan memiliki dua fungsi yaitu fungsi nyata (manifest) dan fungsi laten (Horton dan Hunt, 1984): Fungsi nyata (manifest) adalah fungsi yang tercantum dalam kurikulum sekolah, yakni :
a. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
b. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun kepentingan masyarakat.
c. Melestarikan kebudayaan.
d. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
e. Mengajarkan peranan sosial.
f. Menyediakan tenaga pembangunan.
g. Membuka kesempatan memperbaiki nasib.
h. Menciptakan integrasi sosial.
i. Kontrol sosial pendidikan
Fungsi laten adalah fungsi yang terselubung, antara lain :
a. Pemupukan keremajaan.
b. Pengurangan pengendalian orangtua.
c. Penyediaan sarana untuk pembangkangan.
d. Dipertahankannya sistem kelas sosial.